Hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit bahkan detik
demi detik pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan umum di Indonesia semakin
dekat. Fenomena yang satu ini seakan sudah lekat keberadaannya, bahkan jauh
sebelum pemilu dimulai. Seakan-akan mereka saling sikut-sikutan, berlomba-lomba
untuk mencari popularitas di masyarakat untuk memenuhi tujan mereka
masing-masing, tujuan mencari kekuasaan? entahlah. Dengan background tempat
dimana mereka diusung dan dihiasi kalimat slogan yang bersifat persuasif serta
tidak ketinggalan terpampang pose diri yang ditampilkan dengan wajah yang
seakan penuh wibawa semakin menambah pesona untuk meyakinkan masyarakat umum,
mereka narsis? Mungkin bisa dikatakan seperti itu. Cukup mudah untuk menjumpai fenomena-fenomena
yang telah di deskripsikan seperti diatas, kita bisa menjumpainya di taman-taman,
jalanan, trotoar, angkutan umum, tiang listrik, bahkan kita bisa menjumpainya
di pohon, mungkin mereka sedang mencoba untuk menjadi penunggu pohon tersebut.
Fenomena sampah visual yang dimaksudkan tersebut masuk kedalam kategori billboard, reklame, spanduk,
baliho hingga pamflet-pamflet, mereka bertebaran dimana-mana layaknya polusi
dan debu, berserakan dimana-mana, seperti layaknya sampah yang dibuang
sembarangan. Keberadaannya pun bisa dibilang cukup meresahkan, dapat merusak
ruang publik, merusak pamandangan, merusak tata ruang kota, merusak ruang hijau
terbuka, merusak keindahan kota dan bahkan bisa menimbulkan bencana manakala
konstruksi tiang-tiang penyangga tidak sempurna. Mereka seakan tidak mau kalah
dengan iklan-iklan para produsen-produsen merek dagang, mereka seakan mengobral janji surga untuk
memperjuangkan nasib rakyat agar menjadi kenyataan dan untuk meyakini
masyarakat yang belum mengenal dirinya. Tahun demi tahun seakan fenomena sampah
visual tidak bisa dienyahkan begitu saja dengan mudah, sudah banyak petugas dan
pihak yang berwenang menertibkan akan tetapi seperti pepatah mengakatan mati
satu tumbuh seribu, seperti itulah keadaannya saat ini. Memang pemerintah sudah
membuat peraturan sendiri tentang keberadaan sampah visual tersebut namun
banyak dari mereka yang menyalahi aturan itu, mereka menganggap sampah visual
merupakan hal yang biasa. Disini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk
mengurangi keberadaan sampah visual yang berserakan dimana-mana, pemerintah
harus mengatur tata letak yang seharusnya, biro iklan untuk tidak sembarangan
menancapkan tiang-tiang di ruang yang tidak semestinya, dinas perijinan dan
pajak reklame untuk tidak bersifat permisif memberi izin tanpa mengontrol
lokasi pemasangan dan penegak hukum untuk menjalankan sanksi hukum secara
maksimal. Semoga saja fenomena ini segera berakhir, agar sarana dan prasarana
ruang publik berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar